Minggu, 01 Oktober 2017

KPK Tebang Pilih Dalam Pengusutan Korupsi Pendidikan Puluhan Milyar di NTT ?

KPK Tebang Pilih Dalam Pengusutan Korupsi Pendidikan Puluhan Milyar di NTT ?
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya (31/7/2017) telah memvonis kepala daerah Kabupaten Sabu Raijua Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur)  yaitu  Bupati (non aktif) Marthen Dira Tome (MDT) yang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan ganjaran tiga tahun penjara.

Untuk diketahui, lokasi sidang kasus ini dilakukan di pengadilan tipikor Surabaya untuk menghindari hal2 yang tidak diinginkan.

Selain tiga tahun penjara, MDT dibebani membayar uang pengganti Rp 1,515 miliar. Karena dinyatakan terbukti menjadi aktor utama dan terlibat dalam kasus korupsi dana pendidikan.

Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan 12 tahun jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi dana pendidikan sebesar Rp 18,5 miliar dan  Rp 59,624 miliar tersebut

Dalam vonis disebutkan bahwa  dalam pengadaan buku, MDT terbukti mengatur mekanisme lelang sehingga memenangkan PT Bintang Ilmu. Dia dianggap menguntungkan penyedia jasa yang memenangkan tender, dan PT Bintang Ilmu menerima buku dari PT Indah Jaya Pratama yang berdomisili di Bandung.

MDT dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Thobias Uly (mantan kepala dinas pendidikan NTT - sudah meninggal dunia), John Raja Pono (orangnya MDT yang menjadi pegawai dinas pendidikan NTT), dan Basa Alim Tualeka (direktur PT Bintang Ilmu). Akibat perbuatannya, negara rugi Rp 4,2 miliar sebagaimana laporan hasil pemeriksaan  BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI.

Berdasar fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dan persidangan serta adanya keputusan pengadilan tipikor tersebut, Masyarakat Anti Koruptor Rakus (MARKUS) berharap agar KPK tidak tebang pilih dalam mengusut korupsi dana pendidikan puluhan milyar di kabupaten Sabu Raijua Propinsi NTT tersebut.

Roni Nasrul koordinator Markus menyatakan, bahwa dalam pengusutan kasus tersebut yang kemudian dituangkan dalam vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Tipikor, terindikasi secara kuat adanya peran aktif dari pihak lain dalam kasus korupsi itu, yakni PT Bintang Ilmu, PT Indah Jaya Pratama.

"Kenapa direktur PT Bintang Ilmu dan direktur PT Indah Jaya Pratama tidak dijadikan tersangka dan tidak dijadikan terdakwa di sidang pengadilan Tipikor?" tanya Roni.

"Apalagi dalam vonis hakim tipikor jelas disebutkan bahwa bupati MDT dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa pegawai negeri di lingkungan dinas pendidikan setempat dan bersama direktur PT Bintang Ilmu yang juga melibatkan PT Indah Jaya Pratama" sambungnya.

Lebih lanjut Roni menjelaskan, bahwa tentunya sangat aneh jika yang dijadikan tersangka dan diajukan ke pengadilan tipikor hanya Bupati dan beberapa pegawai negeri di lingkungan dinas pendidikan setempat, sedangkan pemilik perusahaan2 yang dinyatakan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi tersebut, terkesan kebal hukum karena tidak dijadikan tersangka sehingga tidak diajukan sebagai terdakwa di sidang pengadilan tipikor.

"Ini bisa menimbulkan anggapan bahwa dalam upaya pencegahan & pemberantasan korupsi, KPK melakukan tebang pilih & hanya cari popularitas saja. Masyarakat bisa saja berpikir bahwa siapa yang tidak disukai KPK, dengan segala cara apapun akan diusahakan dijadikan sebagai tersangka dan nantinya dijadikan terdakwa di sidang pengadilan tipikor, akan tetapi meskipun sudah ada alat bukti tetapi karena dia bukan pihak yang tidak disukai KPK, maka dia tidak akan diusut oleh KPK dan tidak dijadikan tersangka atau terdakwa" jelasnya.

Roni berharap, jika KPK memang benar tidak tebang pilih dan tidak hanya sekedar cari popularitas, tentunya perusahaan2 yang dinyatakan dalam vonis hakim pengadilan tipikor telah melakukan tindak pidana korupsi dana pendidikan di NTT itu segera diusut dan dijadikan tersangka agar bisa diajukan dalam sidang tipikor sebagai terdakwa, agar mereka tidak mengulangi perbuatannya di daerah lain.

"Karena di berbagai pemberitaan media bahwa perusahaan2 itu seperti PT Bintang Ilmu, PT Indah Jaya Pratama, PT SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) dll infonya adalah perusahaan2 yang merupakan satu group yang dikendalikan oleh orang2 yang sama. Jika KPK tebang pilih, maka bisa menimbulkan potensi ketika satu perusahaan dalam group itu bermasalah hukum di suatu daerah, maka didaerah lain pada waktu yang berbeda yang dipakai untuk beroperasi adalah perusahaan lain yang masih berada dalam naungan satu group itu, demikian seterusnya berputar2" pungkasnya.

Direktur PT Bintang Ilmu, Basa Alim Tualeka ketika dihubungi ponselnya 0811812616 belum memberikan pernyataan terkait kasus korupsi di kabupaten Sabu Raijua propinsi NTT tersebut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar